Jumat, 16 Januari 2009

Kepada Seorang Ayah yang berbahagia,


Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu
saat kau membacakan baris-baris kasih sayang
kepada buah hatimu
Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku
hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu

Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini
seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu
coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan
kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah
merasuki tulang-tulang tuamu.

Adakah aku akan melihat orang tuaku
sebahagia lantunan nyanyian hatimu
yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia?
aku merenung menggores bayangan butiran air matamu
yang terdorong keluar oleh kebahagiaan
aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku
yang tak sanggup menahan keharuan
menuntut jalan keluar,
mungkin hendak berteman dengan air matamu

Sahabatku..


sahabatku

meletakkan aku dengan nyaman di sisinya

ia tak menuntutku membicarakan setumpuk hal bersamanya

atau melakukan sejuta jadwal dengannya

ia tak memintaku melakukan hal yang diinginkannya

ia juga tak menghakimiku untuk salahku

duduk diam di sisinya pun cukuplah

karena hati berbicara

tak perlu mulut berbuih untuk semarakkan waktu

karena waktu tetap istimewa jika aku dengannya

aku tak perlu menutupi hatiku

menebarkan senyum untuk lukaku

aku tak perlu dengar sejuta penghiburan dan nasehat

dekatnya dalam diam cukup mengobati hatiku

aku tidak butuh gaun yang berkilauan

atau bertumpuk-tumpuk emas

hanya untuk mempertahankan sahabatku

ia akan tetap duduk menemaniku dalam diamku

menikmati senja denganku

walau bukan sofa yang empuk mengalasi duduknya

karena ia sahabatku

kadang aku bertanya dalam hatiku

sudahkah aku menjadi sahabatnya?

sudahkah aku mengenal hatinya

hingga dalam diam pun aku tahu ia bicara

bahwa kami adalah sahabat

ia sahabatku

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia


BUAH KARYA : CHAIRIL ANWAR..

I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

II

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

III

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,

Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.

IV

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

Aku tak Tahu...


Ada apa dengan semua ini

Aku tak tau

Mengapa semuanya terjadi pada diriku

Aku tak tau

Apakah semua yang benar-benar kita dambakan harus dilalui seperti ini

Aku tak tau

Mungkinkan semua dibalik kejadian ini akan mendapatkan apa yang aku inginkan

Mudah-mudahan begitu

Oh… Tuhan…

Tunjukkanlah jalan-Mu

Jalan kebahagian yang dirido’I oleh-Mu

Kuatkan lah diriku untuk melalui semua ini

Permainan Kelam..


nyanyian sang diam kembali merayap

merasuki, akhirnya beri jeda dalam senyap

hancur rasa menusuk, namun hanya hadir

kepingan hasrat terserak, torehkan getir

menjelma menjadi luka batin tanpa kendali

ketukan nada sang bisu kini terdengar

denyut emosi dan nadi cinta mulai menggelegar

harap jerat pelangi menyayat, memberi riap

pada potongan jiwa yang telah sesat akan gelap

bubuhkan pahit pada rasa yang dikecap

tutur kata sang bijak terasa mendekat

menarik sadar, lelah mengembara di padang kemunafikan

menyadari tinta kelam kembali tertumpah pada angan

ingin satu jawab, jujur yang harus terucap

walau tak kupungkiri, asaku tersayat tanpa mampu menyatu kembali…

Masih sama...


Kulihat pagi, masih mendung yang sama.. Kulihat bunga, masih mekar yang sama.. Kudengar suara jangkrik dan burung, masih bersahutan yang sama.. Kuturuni tangga, masih liku yang sama..
Sama seperti kehidupan dan langkahku..
masih misteri yang sama..
Namun aku bersyukur bisa terlahir di dunia..
Karena aku masih bisa melihat bukti nyata
keagunganNya, walaupun semua masih sama...